Pendidikan di Indonesia yang terus berbenah tampaknya belum bisa
menyentuh semua elemen masyarakat yang ada di Indonesia khususnya untuk
anak-anak kurang mampu. Hal ini kemudian memunculkan para pekerja anak
yang merupakan generasi putus sekolah.
Sebenarnya, faktor
penyebab munculnya para pekerja anak ini cukup beragam. Sementara itu,
yang terus mengemuka saat ini faktor penyebab adalah karena masalah
sosial ekonomi dan kesejahteraan keluarga yang tidak mencukupi sehingga
mengharuskan anak-anak ini harus bekerja.
Sementara itu, Direktur
Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak Dirjen Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan Kemenakertrans, Adji Dharma, mengatakan bahwa ada faktor
lain yang melatarbelakangi anak-anak ini menjadi pekerja anak.
"Bukan
hanya masalah sosial ekonomi saja. Ada faktor lain juga. Itu yang kami
coba tuntaskan bersama dengan Kemendikbud," kata Adji, di Yayasan Al
Himatuzzainiyah, Cakung, Jakarta, Rabu (31/10/2012).
Adapun
faktor lain yang menyebabkan anak usia sekolah ini menjadi pekerja anak
yaitu budaya masyarakat yan berpandangan anak adalah aset keluarga
sehingga harus menjadi tulang punggung keluarga. Kemudian adanya
diskriminasi gender, permintaan pasar yang tinggi terhadap pekerja anak
karena bayarannya murah dan yang terakhir lemahnya penegakan hukum
terhadap masalah ini.
Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa jika
anak-anak ini terpaksa harus bekerja, maka ada beberapa hal yang wajib
diketahui terkait pekerja anak. Hal wajib ini sama sekali tidak boleh
dilanggar karena berpengaruh pada tumbuh kembangnya.
"Untuk mulai
bekerja harusnya berusia 18 tahun ke atas. Tapi jika terpaksa di bawah
itu, maka anak bekerja tidak boleh lebih dari tiga jam per hari,
pekerjaannya harus ringan dan tidak membahayakan keselamatan jiwa, fisik
serta perkembangannya sebagai anak," jelas Adji.
Durasi waktu
bekerja ini dimaksudkan agar anak-anak ini tidak kehilangan waktu
belajar dan bermain. Untuk itu, adanya pendidikan layanan khusus ini
diharap dapat menjadi solusi sehingga anak-anak ini tetap terpenuhi
kebutuhan pendidikannya agar menjadi sumber daya manusia berkualitas.
"Anak
bekerja tidak boleh jam kerjanya seperti orang dewasa. Kalau mereka
sudah jadi pekerja anak, maka kebanyakan lupa sekolah, sulit
dikembalikan ke sekolah," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar